ADOPSI
INTERNATIONAL FINANCIAL REPORT STANDARD: “KEBUTUHAN ATAU
PAKSAAN?” STUDI
KASUS PADA PT. GARUDA AIRLINES INDONESIA
· Ketiadaan
Standar Akuntansi Jasa Penerbangan
PT.
Garuda Indonesia yang sampai saat ini masih berstatus perusahaan milik Negara merupakan salah satu
perusahaan yang menyambut keputusan tersebut
dengan tanggapan positif. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan proses adopsi IFRS pada laporan
keuangannya. Melihat kenyataan bahwa GA bukan
merupakan perusahaan publik, alasan GA melakukan adopsi IFRS pada laporan keuangan perlu dipertanyakan.
Apakah paksaan dari pemerintah atau keinginan
GA sendiri. Dari hasil wawancara dengan beberapa orang di bagian keuangan baik di GA Semarang maupun GA
Jakarta, diperoleh jawaban bahwa
adopsi IFRS pada GA merupakan keinginan GA sendiri.
Menurut Dalimante, alasan awal yang mendasari GA
melakukan adopsi IFRS adalah
tidak adanya ketentuan dalam PSAK yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan, sehingga
pihak GA merasa perlu menjadikan
IFRS sebagai pedoman dalam membuat laporan keuangan karena pada IFRS terdapat chapter yang
mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa
penerbangan. Dengan adanya chapter tersebut,
GA merasa lebih mudah dalam
membuat laporan keuangan karena ada pedoman yang jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan
berikut. “Pada PSAK & ISAK, perlakuan akuntansi
bagi industri penerbangan tidak
diatur, dengan demikian Garuda mengacu kepada praktik akuntansi penerbangan internasional.”
Pernyataan
di atas menunjukkan bahwa GA mengadopsi IFRS bukan karena paksaan pemerintah maupun aturan
yang berlaku tetapi karena GA merasa
bahwa adopsi IFRS merupakan sebuah kebutuhan sehingga dengan inisiatif pribadi dari manajemen
perusahaan, GA mengadopsi IFRS pada laporan
keuangannya. Dalam konteks Institutional Theory, apa yang dilakukan GA merupakan upaya memperoleh
legitimasi dari pihak luar dengan
menggunakan pendekatan normative isomorphism (Scott, 2005).
· Globalisasi
dan Tuntutan Pasar
Alasan lain adopsi IFRS adalah karena globalisasi
ekonomi dan tuntutan pasar.
Dengan adanya globalisasi ekonomi, otomatis tidak ada batasan negara dan budaya lagi untuk
memperluas sebuah bisnis. Begitu juga bisnis
yang dijalankan oleh GA. Selain di Indonesia, jasa penerbangan yang dijalankan GA telah dibuka juga di
negara lain seperti negara–negara dikawasan Asia
Tenggara, Asia Timur, Timur Tengah, Australia, Selandia Baru, Amerika, Kanada, bahkan Eropa. Dengan adanya
kenyataan tersebut dapat dikatakan
bahwa GA merupakan pemain global yang bergerak dalam jasa penerbangan. Karena hal itu adopsi IFRS pada
laporan keuangan GA sangat diperlukan.
Ketika berbicara tentang bisnis global, standar keuangan yang berlaku secara global juga sangat
diperlukan untuk menyeragamkan pedoman yang
dianut oleh seluruh maskapai penerbangan internasional di seluruh dunia, sehingga laporan keuangan yang disajikan
mempunyai satu kesamaan pandangan
(Satyo, 2005).
Globalisasi membawa kemajuan bagi semua sektor
bisnis, termasuk bisnis
dalam jasa penerbangan. Dengan adanya globalisasi, para maskapai penerbangan semakin mudah untuk memperluas
jaringan bisnisnya. Dampak negatifnya
adalah apabila manajemen perusahaan tidak pandai mengatur strategi bisnis maka peluang untuk
tersingkir dari kancah bisnis global ini semakin
besar. Laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS dapat dijadikan alat untuk “menjual”
perusahaan karena value added yang dimiliki laporan tersebut. GA sadar betul tentang
hal ini, sebagai pemain global yang tidak
mau tersingkir dari persaingan, dibuat keputusan untuk mengadopsi IFRS pada laporan keuangan. Jadi hal tersebut
bukan hanya sekedar untuk menaikkan
prestige semata tapi juga demi keberlangsungan hidup perusahaan di dunia internasional. Hal ini dapat
dilihat dari pernyataan Dalimante. “karena
Garuda bergerak di industri global. Perusahaan – perusahaan yang bermain di pasar global seperti di
bursa saham internasional itu sangat
perlu melakukan adopsi.”. Pernyataan
tersebut diperkuat pernyataan Dadan “Alasannya sebagai perusahaan yang bergerak di ranah
internasional mau gak mau kita harus mengadopsi
itu.” Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa GA mengadopsi IFRS karena adanya
globalisasi, yang merupakan tantangan bagi
perusahaaan-perusahaan di seluruh dunia, agar tetap dapat bertahan di dunia bisnis internasional.
Indonesia harus mengadopsi IFRS untuk memudahkan
perusahaan asing yang akan
menjual saham di negara ini atau sebaliknya (Immanuela, 2009). Menurut Dalimante, globalisasi
telah merubah cara pandang seseorang dalam
membeli atau menjual barang. Hanya melalui internet, perdagangan internasional dapat saja terjadi. Begitu
pula dalam bisnis ini, hanya melalui
laporan
keuangan yang mengaplikasikan standar internasional, GA telah mempunyai “value added” untuk
menjual sahamnya. Tidak peduli calon investor
tersebut berdomisili dimanapun, hanya dengan mengklik keyboard pada PC, transaksi antar negara dapat
terjadi. Dalam kondisi seperti ini IFRS berperan
penting dalam perdagangan global. Dengan adanya “satu bahasa” akuntansi yang dipakai di seluruh dunia,
maka transaksi global sangat mungkin
terjadi karena adanya kemudahan pemahaman antara “penjual” dan “pembeli” yang berbeda bangsa (Satyo,
2005).
Selain globalisasi, tuntutan pasar juga merupakan
salah satu alasan adopsi
IFRS di GA. Penjelasan tersebut dapat dilihat dari penyataan Dalimante. “Kalo
menurut saya hal itu merupakan tuntutan pasar. Bahwa IFRS itu semakin banyak diadopsi oleh perusahaan
- perusahaan internasional jadi
kalo kita juga ingin bermain di pasar internasional kita harus
mengadopsi
standar ini.” Argumen tersebut
diperjelas dengan pernyataan Dadan. “Oh
kalo gengsi sih gak lah. Kita lebih merasa kalau itu merupakan tuntutan pasar, trus kita juga mau go
public jd musti kayak gitu, lagian kan
leasee - leasee kita kan perusahaan internasional juga yang main di pasar global gitu.”. Leasee yang
memberikan pinjaman kepada GA sebagian besar berasal dari luar negri, dengan adanya kenyataan
seperti itu, penting bagi GA untuk mengadopsi
IFRS agar para leasee tersebut mampu menginterpretasi laporan keuangan yang disajikan oleh GA dengan
baik, sehingga lease-leasee tersebut benar-benar
paham bagaimana keadaan keuangan GA yang sebenarnya. Jadi, yang dimaksud tuntutan pasar disini
adalah tuntutan dari para leasee GA. Untuk
ke depannya ketika perusahaan ini sudah mengalami privatisasi, bukan hanya leasee yang membutuhkan
laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS
ini tetapi juga para investor asing yang tertarik menanamkan modalnya pada GA. Dengan demikian diharapkan
laporan keuangan yang telah mengadopsi
IFRS tersebut dapat memperlancar kerjasama antara GA dengan leassee maupun
investor asing sehingga hubungan bisnis kedua belah pihak tetap berjalan dengan baik.
Semakin banyaknya pemain yang membanjiri pasar
internasional membuat GA harus
harus pandai-pandai mengatur strategi pemasaran. Hal ini juga dapat ditempuh dengan cara
mengadopsi IFRS karena dengan diadopsinya
IFRS pada laporan keuangan GA membuat nilai GA naik dimata dunia internasional. Hal tersebut
mencitrakan bahwa GA merupakan perusahaan
yang professional, mampu menghadapi tantangan global dan dapat beradaptasi dengan lingkungan
internasional dengan baik. Dengan
demikian tujuan akhir dari pengadopsian IFRS pada GA, legitimasi oleh lingkungan bisnis bahwa
GA merupakan maskapai penerbangan
yang professional dan memberikan pelayanan terbaik, dapat tercapai. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai award yang diterima oleh GA, diantaranya
Best Corporate Finance Deal of the Year 2001 oleh Air Finance Journal, Inggris.
Penghargaan tersebut diberikan kepada departemen keuangan
atas kemampuannya mengelola utang. Kemudian penghargaan selanjutnya adalah penghargaan yang baru
saja didapat GA sebagai World’s Most
Improved Airline Award dari Skytrax, Inggris atas
kemampuan manajemen GA
dalam meningkatkan pelayanan dan mengembangkan maskapai
ini. Hal tersebut merupakan bukti keberhasilan GA.
· Konsep
yang Digunakan dalam Proses Adopsi
Dari beberapa konsep adopsi IFRS, konsep yang
digunakan GA dalam mengadopsi
IFRS adalah konsep harmonisasi, dimana GA tetap menggunakan PSAK sebagai pedoman utama penyusunan
laporan keuangan dan menggunakan
IFRS sebagai pedoman alternatif apabila ada rules yang tidak diatur pada PSAK, terutama perlakuan
akuntansi untuk jasa penerbangan.
Menurut Immanuela (2009), harmonisasi telah berjalan
cepat dan efektif,
terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan
Internasional (IFRS). Hal ini dilakukan untuk menjawab
permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Begitu juga GA, adopsi IFRS
yang dijalankan merupakan perbuatan sukarela
yang dilakukan atas inisiatif sendiri, bukan paksaan pemerintah atau pihak manapun, dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan baik kebutuhan
internal maupun eksternal. Kebutuhan internalnya berupa kebutuhan akan standar yang mengatur
perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan,
sedangkan kebutuhan eksternalnya berupa jawaban atas permintaan investor, leasee,
maupun user laporan keuangan itu sendiri. Harmonisasi
yang berjalan dalam GA pun terasa lancar karena persiapan perusahaan tersebut dalam mengadopsi IFRS
dapat dibilang matang. Dengan pengkombinasian
PSAK dan IFRS, GA mampu menyediakan laporan keuangan
yang lengkap bagi para penggunanya. Item
- item yang diadopsi langsung dari IFRS adalah transaksi
dengan kriteria khusus dan unik serta merupakan
extraordinary item. Selain menggunakan
IFRS sebagai pedoman alternatif penyusunan laporan keuangan, GA juga menggunakan produk standar
keuangan yang dikeluarkan oleh
AICPA, Airlines AICPA Audit and Accounting Guidelines, sebagai salah satu referensi. Namun pada hakikatnya,
IFRS merupakan sebuah pedoman penyusunan
laporan keuangan yang cukup luas karena merupakan pengembangan
standar yang berlaku secara global dimana semua rules akuntansi telah diatur dalam standar
tersebut.
· Proses
Adopsi IFRS pada Garuda Airlines
Proses adopsi IFRS pada sebuah perusahaan merupakan
sebuah rangkaian yang cukup panjang. Menurut
Dalimante, proses adopsi IFRS pada GA
meliputi:
1.
Pemahaman tentang IFRS
2.
Persiapan “IFRS capability” terhadap SDM
3.
Persiapan sistem akuntansi
Penjelasan
tentang tiga proses ini dapat dilihat pada bagian berikut.
- Pemahaman tentang IFRS
Dalimante
mengatakan bahwa hal yang paling dasar ketika melakukan adopsi IFRS pada perusahaan adalah
memahami standar itu sendiri. Seperti pada kutipan wawancara berikut ini. “Kuncinya pemahaman PSAK, IFRS dan
perbedaannya. Awalnya harus
melakukan pemahaman tentang chapter – chapter IFRS dan pengadaptasiannya pada PSAK melalui
kursus, training, maupun seminar.”
Para
pembuat laporan keuangan harus paham betul bagaimana penilaian, pengakuan, dan
pengukuran sebuah akun dalam membuat laporan keuangan sesuai chapter-chapter pada IFRS.
Selain memahami IFRS, pemahaman
tentang PSAK juga diperlukan. Hal ini akan berguna untuk mengetahui dimana letak persamaan
maupun perbedaan IFRS dan PSAK. Selanjutnya,
setelah memahami IFRS dan PSAK, hal yang harus dilakukan adalah memahami perbedaan di antara
keduanya. Seperti yang telah diketahui,
IFRS dan PSAK memiliki kemiripan tetapi juga memiliki beberapa perbedaan dalam memperlakukan
sebuah akun. Karena GA menganut konsep harmonisasi
IFRS, maka pedoman utama yang dipakai adalah PSAK. PSAK sendiri telah banyak mengadopsi
IFRS di dalamnya sehingga secara tidak langsung
laporan keuangan GA telah menerapkan standar global ini. Kemudian apabila PSAK tidak
mengatur tentang perlakuan akuntansi terhadap
akun tertentu, maka pihak GA menjadikan IFRS sebagai pedomannya. Untuk itu, pemahaman
tentang standar yang dipakai sangat diperlukan.
Tanpa pemahaman tersebut, maka para pembuat laporan keuangan tidak akan dapat membuat laporan
keuangan dengan benar. Pemahaman
tentang rules maupun chapter-chapter pada PSAK maupun IFRS dapat diperoleh dari
buku seperti ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi
Keuangan) maupun IFRIC (International Financial Report Interpretation Committee).
Tidak hanya membaca buku saja, pemahaman tentang
standar tersebut selanjutnya akan diperoleh dari seminar maupun training yang
diberikan GA kepada karyawannya.
Selain
memahami persamaan dan perbedaan PSAK dan IFRS, para pembuat laporan keuangan juga harus memahami
bagaimana pengadaptasian chapter
IFRS
pada PSAK (Natawidnyana, 2008). Selanjutnya hal tersebut mulai disesuaikan dengan kebutuhan pada
GA. Sehingga nantinya para pembuat
laporan keuangan tahu, pasal PSAK mana saja yang akan dipakai untuk membuat laporan keuangan. Seperti
yang telah kita ketahui sebelumnya,
apabila ada hal yang tidak diatur dalam PSAK, maka GA akan mengambil perlakuan akuntansi pada item
tertentu langsung dari IFRS maupun
standar lain yang sesuai dengan item tersebut. Setelah para pembuat laporan keuangan
memahami bagaimana sesungguhnya
maksud dari rules, chapter, dan interpretasi PSAK dan IFRS maka tahap selanjutnya adalah tahap
persiapan IFRS capability.
- Persiapan “IFRS capability”
terhadap SDM
Dalimante
mengatakan “..baru kemudian mempersiapkan SDM-nya sehingga SDM tersebut mempunyai
IFRS capability.” Tahapan selanjutnya setelah memberikan pemahaman kepada para karyawan
tentang IFRS dan PSAK
adalah mempersiapkan karyawan agar karyawan tersebut memiliki IFRS capability. SDM yang memiliki “IFRS capability”
berarti sumber daya manusia atau
karyawan-karyawan tersebut paham dan tahu bagaimana cara membuat laporan keuangan sesuai aturan yang
berlaku pada IFRS. Melalui tahapan pertama
dapat dipastikan para karyawan paham dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan IFRS. Memahami bukan sekedar mengerti
tentang chapter-chapter yang dimaksud
dalam IFRS tetapi juga mampu mengoperasikan chapter-chapter tersebut dalam membuat laporan
keuangan yang sesungguhnya. “Practice makes perfect” merupakan sebuah
pepatah yang dapat dipakai memotivasi dalam
proses ini. Karena dengan seringnya berlatih membuat laporan keuangan sesuai IFRS maka
keterampilan para karyawan akan semakin mendekati
sempurna. Pada
keadaan normal, semua karyawan GA berhak dan berkewajiban mendapatkan pelatihan selama 50 jam
per tahun. Seperti yang dikatakan oleh Dadan. “Secara umum karyawan kita
berkewajiban mendapatkan pelatihan selama
50 jam dalam setahun. hal tersebut merupakan kegiatan rutin, dari semua bagian. Dan itu bukan
hanya sebatas pelatihan yg terkait dengan
sistem baru tetapi juga pelatihan yang sesuai dengan bidang pekerjaan kita. Jadi kadang yang
member pelatihan bukan hanya dari GA
pusat tetapi juga institusi luar GA yang sesuai dengan ilmu yang akan kita pelajari. Missal
pelatihan keuangan, keamanan, atau perbaikan
pesawat.”
Dari
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa GA mempunyai keteraturan dalam bidang
pengembangan SDM. Peraturan tentang pelatihan karyawan ini berlaku bagi semua karyawan GA baik di
bagian keuangan, operasional,
pemasaran, public services dan lainnya. Dengan adanya peraturan ini, para karyawan GA
akan selalu up to date dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di dalam tubuh GA. Para karyawan dari bagian keuangan
setiap tahunnya mendapat pelatihan,
training, dan seminar tentang masalah-masalah keuangan yang sedang dihadapi GA. Misalnya
tentang pergantian software penjurnalan yang dipakai oleh bagian penjualan
tiket, pergantian perlakuan akuntansi untuk asset-asset di bawah 10 juta, dan masih banyak lagi.
Dengan adanya pelatihan-pelatihan
tersebut diharapkan para karyawan GA menjadi ahli dalam menangani masalah-masalah
keuangan yang mereka hadapi. Apalagi dengan
terjadinya perubahan standar yang dipakai dalam membuat laporan keuangan, tentu saja hal ini akan
memerlukan perhatian yang cukup tinggi mengingat
rumitnya perubahan tersebut. Dampaknya para karyawan dari departemen keuangan mendapatkan
ekstra jam pelatihan untuk memahami betul
masalah ini seperti yang dituturkan Erwin, staf keuangan GA Semarang. “Dulu aja jaman SAP berubah pakai
RAPID kita dikasih pelatihan ekstra,
mbak. Apalagi kalau ada perubahan standar, pasti ada ekstra training lah
biar staf Garuda mengerti betul tentang perubahan itu.”
Ketika
pertanyaan tentang jasa konsultan yang dipakai GA dalam memberikan pelatihan adopsi IFRS
dipertanyakan, jawaban yang diterima adalah
sebagai berikut. “Kita pakai jasa Dolloite untuk mengaudit laporan keuangan Garuda, sekalian aja kita
pakai mereka buat jadi konsultan adopsi IFRS.”
Demikian pernyataan yang diungkapkan oleh Dadan dan juga Dalimante. Pernyataah tersebut
menyatakan bahwa Delloite bertindak sebagai
auditor independen sekaligus konsultan dalam adopsi IFRS pada GA, hal ini terjadi karena GA
mengganggap Dolloite merupakan sebuah lembaga yang capable melakukan tindakan ini mengingat
keahlian dan nama besar KAP
tersebut.
Berawal
dari diundangnya konsultan dari Delloite, para karyawan mendapatkan banyak sekali informasi
terbaru tentang perubahan standar tersebut.
Selain memberikan pemahaman tentang IFRS, pihak Delloite sebagai rekanan GA dalam mengaudit
laporan keuangan, juga memberikan cara
bagaimana mengaplikasikan chapter IFRS ke dalam laporan keuangan yang sebenarnya. Melalui pelatihan
tersebut, para karyawan mulai memahami
standar baru yang dianut GA dan mulai mengaplikasikan standar tersebut ke dalam perjurnalan
harian. Masih dengan bantuan dari pihak Delloite
para karyawan ini melakukan simulasi pembuatan laporan keuangan sesuai IFRS, dengan harapan setelah
serangkaian pelatihan tersebut para karyawan
akan terampil membuat laporan keuangan yang sesungguhnya. Setelah para karyawan dibekali
dengan pengetahuan tentang IFRS, tahapan selanjutnya adalah persiapan sistem
akuntansi (SAP) yang digunakan
sebagai alat untuk membuat perjurnalan harian dan laporan keuangan pada GA.
- Persiapan sistem akuntansi
Seperti
yang diungkapkan Erwin, sebelum tahun 1999, penjurnalan pada GA dilakukan secara manual. Kemudian GA
membeli sebuah software keuangan
lisensi dari Jerman yang mempermudah proses tersebut. Nama software ini
adalah SAP. SAP merupakan software sistem akuntansi yang cukup kompleks, melalui alat ini
proses pembuatan laporan keuangan secara konvensional
yang dimulai dari proses penjurnalan, posting ke buku besar, rekapitulasi, pembuatan neraca,
pembuatan AJP, sampai keluar hasilnya berupa
laporan keuangan menjadi cukup mudah dilakukan. Yang perlu dilakukan hanyalah melakukan
penjurnalan harian (untuk penjualan dan biaya)
maka secara otomatis tiap bulannya SAP akan melakukan penyesuaiannya sendiri sehingga user
memperoleh output berupa neraca. Hal ini tentu saja memudahkan user mengingat
banyak proses akuntansi konvensional
yang terpotong misalnya posting ke buku besar dan pembuatan AJP karena secara otomatis SAP
telah memasukkan transaksi harian ke buku besar
yang telah mempunyai database sendiri pada software tersebut dan secara otomatis juga melaukan
penyesuaian tiap bulannya. Tidak perlu khawatir
data tidak valid. Karena ketika kita menginput data yang salah atau fake,
maka indikator pada software akan berwarna merah yang menunjukkan bahwa data tersebut salah. Begitu
juga jika terjadi ketidaksamaan sisi aktiva dan pasiva, maka indikator kesalahan akan aktif
lagi. Hal yang perlu dilakukan
oleh user adalah mengecek data input sehingga dapa diketahui dimana letak kesalahan yang
dilakukan.
Seiring
dengan berjalannya waktu, SAP mengalami banyak sekali perkembangan. Sistem ini selalu
diperbaharui menyesuaikan keadaan akuntansi
terbaru di GA. Selain itu, kelebihan SAP adalah sistem centralized yang dimilikinya. Dengan adanya
sistem tersebut, database yang diinput oleh branch office dapat
langsung dibuka oleh user di head office. Hal ini akan mempermudah pembuatan laporan
keuangan. Selain itu, hal ini juga mempermudah
fungsi pengawasan karena setiap hari user di head office dapat melihat input data branch
office yang terbaru. Tahap
terakhir dari proses adopsi IFRS adalah tahap persiapan system akuntansi, seperti yang diungkapkan
oleh Dadan. “Iya,
nanti kan adopsi ifrs itu diterjemahkan ke sistem, nah jadi kalo udah diterjemahkan ke sistem kita
sebagai pengguna tinggal belajar sedikit
saja kan untuk menggunakan sistem baru tersebut.” Dengan adanya adopsi IFRS di GA,
maka SAP juga akan mengalami penyesuaian.
Tahap ini adalah tahap paling sulit dalam proses adopsi IFRS pada GA.
Pembaharuan
sistem akuntansi memerlukan waktu yang cukup lama mengingat sulitnya menerjemahkan bahasa
akuntansi ke bahasa pemrograman.
Namun dengan bantuan programmer dari Jerman, pembuat lisensi SAP, hal ini cukup mudah
dilakukan. Dengan siapnya SAP yang sudah
mengadopsi IFRS, maka pekerjaan bagian comptroller untuk membuat laporan keuangan sesuai IFRS pun
semakin mudah dilakukan. Menurut
Dadan, ada 2 hal penting yang akan melancarkan proses adopsi IFRS di GA. Pertama,
kesiapan SDM yang memiliki IFRS capability dan yang kedua adalah kesiapan
sistem akuntansi yang telah ikut mengadopsi IFRS di dalamnya. Para SDM dari departemen keuangan
memiliki pekerjaan lebih
mudah, yaitu mempelajari rules pada IFRS dan mempraktekkan ilmu yang telah mereka dapat dari
pelatihan. Sedangkan pekerjaan yang lebih berat
adalah pekerjaan dari para programmer software SAP karena tugasnya adalah membuat sebuah alat yang
dapat menerjemahkan bahasa akuntansi dari
sekedar memasukkan input jurnal harian menjadi output berupa
neraca yang
telah mengalami penyesuaian sesuai perubahan IFRS melalui command tertentu dari user. Apabila
SAP terbaru telah disempurnakan dan siap digunakan,
maka pembuatan laporan keuangan sesuai IFRS telah siap dilakukan karena SAP adalah alat
yang paling vital dalam proses ini. SAP
pada GA sekarang telah mengalami perubahan tersebut, sehingga dapat dikatakan GA telah siap
mengadopsi IFRS dalam pembuatan laporan keuangannya.
·
Proses Pembuatan Laporan Keuangan
Setelah serangkaian
persiapan proses adopsi IFRS di GA selesai, hal selanjutnya yang dilakukan adalah
membuat laporan keuangan atau annual report. Pekerjaan ini
dilakukan oleh bagian Comptroller. Menurut Dalimante, proses pembuatan annual report yang
telah mengadopsi IFRS berjalan seperti proses
pembuatan laporan keuangan pada umumnya, “..yah kalau bikin laporan keuangan sih prosesnya
kayak biasanya saja.” Namun
yang membedakan pembuatan laporan keuangan di GA dan perusahaan lain adalah kemudahan
dalam proses pembuatan laporan tersebut. Seperti
yang dijelaskan di atas, GA mempunyai software dengan nama SAP yang sangat canggih sehingga
kerumitan dalam pembuatan laporan keuangan dapat teratasi. “Kan
kita punya SAP, mbak. Kalau ada SAP, kita tinggal input data saja. Nanti keluarannya sudah
berbentuk laporan keuangan. Tapi kan karena laporan tersebut buatan mesin jadinya masih mentah,
nah tugas kita adalah memperbaiki
laporan tersebut agar lebih mudah dipahami.” Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh informasi
bahwa pembuatan laporan
keuangan di GA melalui proses yang cukup singkat karena adanya SAP. Dengan SAP ini, proses
pembuatan laporan keuangan secara konvensional
yang dimulai dari pembuatan jurnal, rekapitulasi, posting ke buku besar, neraca, AJP sampai
akhirnya menjadi sebuah laporan keuangan dapat
dipotong hanya dengan melakukan penjurnalan harian dan akhirnya dihasilkan laporan keuangan. SAP memiliki sistem kerja yang centralized
dimana semua input data yang
dibuat oleh branch office langsung masuk ke head office di
Jakarta.
Dengan aplikasi ini, input
data harian dapat langsung dilihat oleh kantor pusat dan direkap. SAP juga memiliki
kecanggihan berupa real time online dimana sistem pada software ini
hidup 24 jam dan selalu up to date dengan informasi keuangan yang masuk. Hal ini dapat
dilihat dari pernyataan Dalimante sebagai berikut: “Semua posting dilakukan
oleh user SAP , nanti output-nya berupa laporan keuangan. Tugas user selanjutnya
adalah menginterpretasi, menganalisis,
dan mengevaluasi data.” Dari
pernyataan Dalimante, diperoleh informasi bahwa pekerjaan SDM pada departemen dalam kaitannya
dengan pembuatan laporan keuangan cukup
mudah. Setiap harinya, GA pusat mendapatkan jurnal harian dari seluruh branch office dari
dalam maupun luar negri. Dari sini, dibuat laporan keuangan bulanan, dan dari laporan
bulanan ini nantinya akan dikumpulkan untuk
pembuatan laporan keuangan tahunan. User SAP hanya tinggal menginput data dan
membiarkan SAP melakukan tugasnya untuk menghasilkan
laporan keuangan. Setelah laporan keuangannya jadi, tugas user adalah menginterpretasikan hasil
laporan tersebut mengingat laporan yang dihasilkan
SAP adalah laporan yang masih mentah. Kemudian user juga
bertugas
untuk menganalisis dan mengevaluasi hasil interpretasi agar lebih mudah dipahami oleh publik. Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan
pendapatan dan beban. Seperti
proses awal, dilakukan perhitungan terhadap pendapatan dan beban yang terjadi pada GA pusat termasuk beban
gaji terhadap semua karyawan GA
yang ada di head office dan branch office. Dari proses ini
terbentuk laporan
laba-rugi, setelah laporan laba-rugi GA pusat dibuat, tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah penjumlahan
semua laporan laba rugi dari head office
dan
semua branch office, sehingga laporan laba-rugi GA secara keseluruhan telah selesai dibuat.
Perbedaan yang terlihat antara laporan keuangan IFRS
dan laporan keuangan non
IFRS adalah pada langkah terakhir. Pada laporan keuangan non IFRS, langkah terakhir yang dilakukan adalah
membuat laporan perubahan arus
kas, sedangkan pada laporan keuangan IFRS masih ada satu tahapan lagi yang harus dilakukan yaitu membuat
rekonsiliasi. Rekonsiliasi dibuat apabila ada
item yang menggadopsi dari IFRS namun penerapannya sedikit berbeda dari rules aslinya karena
perbedaan kondisi di negara tersebut. Laporan rekonsiliasi
ikut dicantumkan pada laporan keuangan karena ini merupakan kelengkapan dalam menyusun laporan
keuangan IFRS, dengan demikian selesai
sudah pembuatan laporan keuangan yang sesuai dengan IFRS. Namun demikian pada GA, tidak terdapat
rekonsiliasi pada laporan keuangannya.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Dalimante. “di
GA tidak ada rekonsiliasi. Rekonsiliasi kan dibuat kalau standar internasional yang kita adopsi ada yang
tidak sesuai sama standar PSAK kita. Nah,
kita itu pakai IFRS-nya kalau PSAK tdak mengatur perlakuan akuntansi untuk item tersebut, tapi kalau
di PSAK sudah tercantum yah kita merujuk ke PSAK,
bukan IFRS lagi. Itulah alasannya di GA tidak ada rekonsiliasi.” Pada
laporan keuangan GA yang diperoleh dari website resminya, memang GA tidak mencantumkan adanya
rekonsiliasi. Dari penjelasan Dalimante
di atas, dapat diketahui bahwa harmonisasi yang dilakukan GA merupakan sebuah harmonisasi yang
sebenarnya, sesuai konsep yang dikemukakan
oleh DSAK. Pengadopsian hanya dilakukan apabila standar nasional tidak mengatur suatu perlakuan
akuntansi terhadap sebuah item, namun
apabila standar nasional telah mengatur hal tersebut maka standar yang dipakai adalah standar nasional (Satyo,
2005). Karena alasan tersebut, maka laporan
keuangan pada GA berbeda dengan laporan keuangan perusahaan lain yang telah melakukan adopsi IFRS, tanpa
rekonsiliasi. Contoh rekonsiliasi biasanya
pada akun amortisasi biaya dan perbedaan mata uang. Setelah proses pembuatan laporan keuangan
selesai, selanjutnya dibuat laporan
konsolidasi. Laporan konsolidas yang dibuat oleh pihak GA mengacu pada PSAK No. 4. Adapun muatan pada
laporan konsolidasi adalah penggabungan
laporan entitas terkait dan seluruh transaksi antar entitas, saldo, penghasilan dan beban eliminasi pada
saat eliminasi. Perusahaan yang tercantum
pada laporan konsolidasi GA adalah subsidiaries GA Indonesia yang terdiri dari tour and travel
agency, hotel, dan pelayanan pariwisata yang tersebar
di dalam maupun luar negri.
Semua laporan telah selesai dibuat, hal terakhir
yang dilakukan adalah audited
oleh
pihak eksternal. GA memakai jasa Delloite untuk melakukan tugas ini. Setelah laporan audit jadi,
maka GA melakukan pelaporan kepada Menteri
BUMN dan Menteri Keuangan terkait masalah keuangan. Setelah laporan pertanggungjawaban selesai, GA
menerbitkan laporan keuangan tersebut
untuk umum yang dapat dilihat pada website resmi GA www.garudaindonesia.com.
·
Hasil Adopsi IFRS
Proses adopsi IFRS pada
GA tentu saja membawa dampak pada perusahaan
ini. Menurut hasil wawancara dengan beberapa narasumber, adopsi IFRS membawa dampak positif
bagi entitas bisnis ini. Selain itu, dalam
mengadopsi IFRS, tentu saja GA banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun, GA mempunyai
beberapa cara agar hambatan itu dapat teratasi
dan proses adopsi IFRS tetap berjalan dengan baik. Berikut ini akan dibahas mengenai manfaat dan hambatan
yang dialami selama mengadopsi IFRS.
·
Manfaat Adopsi IFRS
Menurut Suharto (2005)
ada 4 manfaat dari proses adopsi IFRS yang dilakukan oleh perusahaan
bagi masyarakat maupun bagi perusahaan itu sendiri, yaitu:
1.
Efisiensi biaya
2.
Kepentingan masyarakat semakin terlindungi
3.
Adanya ekspansi ekonomi yang lebih besar
4.
Investasi mengarah pada transparansi
Sedangkan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Petreski (2006) manfaat yang diperoleh dari pengadopsian
IFRS terbagi menjadi dua manfaat, yaitu
manfaat yang terkait dengan laporan keuangan dan manfaat yang terkait dengan manajemen. Manfaat yang terkait
dengan manajemen perusahaan adalah
sebagai berikut:
- Persyaratan akan item-item pengungapan
akan semakin tinggi, karena pengungkapan yang semakin tinggi berhubungan
dengan nilai perusahaan
yang semakin tinggi pula.
- Manajemen memiliki akuntabilitas
yang tinggi dalam menjalankan perusahaan.
- Laporan keuangan perusahaan dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan perusahaan, karena laporan keuangan
perusahaan tersebut menghasilkan
informasi yang lebih relevan, krusial dan akurat.
- Laporan keuangan perusahaan akan
lebih mudah dipahami, dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang
valid untuk aktiva, hutang,
ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan.
- Dengan mengadopsi IFRS, akan
membantu investor dalam mengestimasikan
invetasi pada perusahaan berdasarkan data-data laporan keuangan perusahaan
pada tahun sebelumnya.
- Dengan semakin tingginya tingkat
pengungkapan suatu perusahaan maka berdampak pada rendahnya biaya modal
perusahaan.
- Rendahnya biaya untuk mempersiapkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Sedangkan
manfaat yang terkait dengan laporan keuangan adalah:
- Terdapat perbedaan pengukuran
item-item dalam laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan. Misalnya: total
aktiva dan nilai buku ekuitas
akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi jika mengadopsi IFRS.
- Manajemen laba akan semakin rendah,
pengakuan kerugian akan semakin
sering atau perusahaan lebih konservatis, dan memiliki nilai relevansi (value relevance)
yang semakin tinggi. Setelah
diadakan penelitian, ternyata manfaat yang dirasakan tiap perusahaan atas proses adopsi
IFRS bebeda-beda.
Menurut
penelitian pada GA,
manfaat yang didapat dengan mengadopsi IFRS adalah:
- Mendapatkan kemudahan untuk
melakukan pencatatan terhadap akun-akun yang berhubungan dengan bisnis penerbangan.
Manfaat yang diperoleh
GA selama menjalankan adopsi IFRS dapat dilihat
dari pernyataan Dalimane sebagai berikut: “Dengan
mengadopsi IFRS kita mendapatkan kemudahan untuk melakukan
pencatatan atas transaksi yang sifatnya extra ordinary seperti akun – akun pada jasa
penerbangan, yang sebelumnya tidak diatur
dalam PSAK.” Pada awal bagian
bab 4, dipaparkan bahwa alasan GA melakukan adopsi
adalah karena tidak adanya rules yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan. Oleh
karena itu, pihak GA merasa bahwa manfaat
terbesar dari adanya IFRS adalah kemudahan untuk melakukan pencatatan terhadap transaksi-transaksi
bersifat extra ordinary dalam bisnis yang
mereka jalankan. Dengan adanya hal tersebut GA telah mampu menjadi perusahaan penerbangan yang berstandar
internasional.
- Laporan Keuangan mencerminkan nilai
wajar perusahaan
Manfaat lain yang
diperoleh GA dari adopsi IFRS dapat dilihat dari pernyataan
Dalimante, “Manfaatnya yah itu tadi, laporan keuangan jadi mencerminkan nilai wajar sehingga kita
lebih dipercaya oleh dunia internasional.” Dengan diadopsinya IFRS pada laporan
keuangan GA, laporan keuangan
tersebut menjadi lebih mencerminkan nilai wajar perusahaan sehingga laporan keuangan menjadi lebih transparan
dan credible. Hal ini akan
sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan pada perusahaan karena laporan keuangan tersebut menghasilkan
laporan keuangan yang lebih akurat, relevan,
dan krusial. Selain itu, laporan tersebut membuat dunia internasional lebih percaya kepada GA karena lebih valuable.
- Laporan Keuangan dapat dibandingkan
dengan Laporan Keuangan perusahaan
asing yang sejenis karena keseragaman standar yang dipakai, maka laporan
keuangan GA
dapat dibandingkan dengan maskapai asing.
Hal ini bermanfaat
untuk membantu para investor maupun leasee asing
untuk membaca laporan keuangan
tersebut. Selain mudah dipahami LK GA yang telah memakai standar internasional juga lebih mudah
dibandingkan dengan LK maskapai lain.
Hal ini membantu para investor dan leasee untuk mengestimasi investasi pada GA berdasarkan data yang diperoleh
dari LK tersebut. “Selain
itu, laporan yang memiliki daya banding dapat dijadiin alat analisis juga. Karena standar yang kita
pakai sama dengan maskapai lain jadi kan
kita dapat tahu bagaimana kinerja maskapai tersebut, dari situ kita lakukan analisis bagaimana kemampuan dan
kinerja Garuda dibanding dengan maskapai
lain sehingga untuk ke depannya hal ini akan sangat bermanfaat.” Dari pernyataan Dalimante tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa laporan
keuangan yang memiliki daya banding atau comparability memiliki kelebihan yang cukup bermanfaat bagi
perkembangan GA di dunia internasional.
Selain mempermudah investor dan lease asing, laporan keuangan ini juga dapat dijadikan alat
analisis sehingga manajemen dapat mengetahui
dimana kemampuan rival sekaligus membandingkan kinerja GA dan maskapai lain serta dapat digunakan
untuk membuat strategi – strategi baru
untuk meningkatkan kinerja GA di masa mendatang.
- Mampu bersaing di pasar global dan
legitimasi
Dengan dipakainya
standar internasional, manfaat yang diperoleh GA adalah
mampu memasuki pasar global dan bersaing di dalamnya. Setelah keeksistensian GA diakui oleh berbagai
pihak, maka manfaat yang terakhir adalah
mendapatkan legitimasi dari lingkungan eksternal bahwa GA merupakan perusahaan yang professional,
mampu beradaptasi dengan dunia dan
tekanan internasional serta merupakan maskapai yang memberikan pelayanan yang terbaik. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh Dalimante. “Semuanya
akan bermanfaat untuk proses memasuki pasar global. Dan pada akhirnya, manfaat utamanya adalah
mendapatkan legitimasi dari pihak
eksternal atas keeksistensian Garuda dalam bisinis jasa penerbangan ini.”
Oleh karena itu, dapat
ditarik kesimpulan bahwa mengadopsi IFRS mendatangkan
manfaat yang cukup banyak bagi GA. Dengan adanya adopsi IFRS ini, GA mampu memberikan yang
terbaik bagi lingkungan internal maupun
eksternalnya. Bagi pihak internal, adopsi IFRS mampu meningkatkan kinerja manajemen, mencetak SDM-SDM yang
handal, dan mendapatkan dari legitimasi
dari lingkungan bisnisnya. Sedangkan manfaat bagi pihak eksternal adalah laporan keuangan jadi lebih mudah
dipahami dan bermanfaat dalam proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan investasi.
·
Hambatan dan Cara Menanganinya
Menurut Immanuela
(2009) hambatan terbesar dalam mengadopsi IFRS
adalah pemahaman IFRS dan biaya sosialisasi yang cukup mahal. Upaya untuk memahami IFRS ini
merupakan hal yang membutuhkan waktu yang
cukup panjang, sehingga apabila hal tersebut tidak teratasi maka adopsi IFRS akan sulit dilakukan. Di sisi
lain, biaya juga menjadi masalah yang cukup
kompleks. Pengadopsian standar ini memerlukan biaya yang cukup besar mengingat produk ini
merupakan produk baru di pasar internasional. GA sendiri memiliki pandangan yang sama dengan
Immanuela, adapun hambatan
yang dihadapi GA adalah sebagai berikut:
1. Kesiapan
SDM
Hambatan
yang paling utama dalam proses adopsi IFRS adalah pada faktor kesiapan SDM. Apabila SDM
pada perusahaan tersebut capable untuk mengaplikasikan IFRS pada LK yang mereka buat, maka
tidak akan ada kesulitan
yang berarti, demikian sebaliknya. Apabila ada perusahaan yang SDM-nya
tidak siap, maka kemungkinan untuk mengadopsi IFRS pada perusahaan tersebut sangat kecil.
Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Dalimante.“Mudah atau tidaknya adopsi IFRS pada LK
suatu Perusahaan sangat tergantung
dari kesiapan sumber daya manusia (SDM) Perusahaan itu sendiri. Bagi Perusahaan yang siap,
adopsi IFRS tidak akan mengalami
kesulitan demikian sebaliknya.” GA
merasa bahwa SDM yang memiliki IFRS capability adalah pondasi yang kokoh untuk melakukan
adopsi IFRS, apabila dari pondasinya saja
belum memenuhi kriteria untuk melakukan proses adopsi maka segala sesuatu yang dilakukan hanyalah
sia-sia belaka. SDM juga faktor yang paling dominan dalam menyukseskan proses adopsi, karena
secanggih apapun alat yang
digunakan, tetapi apabila SDM-nya tidak kompeten, maka hasil yang didapatpun tidak akan maksimal.
Sehingga dalam departemen keuangan GA sangat
diperlukan SDM-SDM cerdas, yang mengerti akuntansi dengan baik dan fleksibel. Sehingga dengan
adanya hal tersebut, pergantian system akuntansi
seperti apapun bukan masalah yang berarti bagi manajemen GA.
2. Sistem
akuntansi yang belum canggih.
Seperti
yang telah diketahui bahwa pada proses adopsi IFRS, tahap yang paling sulit dilakukan adalah
pengembangan sistem. Hal ini dapat menjadi
faktor penghambat yang sangat besar apabila tidak segera ditangani dengan baik. Karena bagaimanapun
juga menerjemahkan bahasa akuntansi ke bahasa
pemrograman bukan pekerjaan yang mudah. Hal tersebut diungkapkan Dadan pada pernyataannya berikut
“Sistemnya kan bikinnya susah, ini juga dapat
menjadi faktor penghambat proses adopsi IFRS pada Garuda.” Software akuntansi
merupakan sebuah sistem terintegrasi yang mampu menerima input berupa
transaksi penjurnalan harian dan mengeluarkan output berupa laporan keuangan. Dengan
diadopsinya IFRS pada GA, maka system akuntansi
yang ada pada GA pun harus ikut berubah. Tidak sembarang orang dapat melakukan pekerjaan ini.
Dibutuhkan programmer dengan pemahaman akuntansi yang cukup baik untuk mengembangkan sistem
tersebut. Seperti yang
dikatakan Dadan, yang mengungkapkan bahwa staf IT merupakan pihak yang paling sibuk ketika terjadi
perubahan sistem apapun dalam GA, apalagi sistem
akuntansi yang notabene merupakan sistem integrasi yang cukup complicated. Sehingga
hal ini merupakan sebuah hambatan ketika GA harus membenahi sistem komputerisasi
mereka sesuai standar IFRS. Butuh waktu yang
cukup lama untuk melakukan pengembangan sistem, dan yang paling penting adalah butuh ahli yang
kompeten dalam mengembangkan sistem ini mengingat
tingkat kesulitan dalam membuat software tersebut.
Ketika
kita membicarakan software akuntansi, ada beberapa tempat yang menyediakan produk tersebut,
pihak-pihak ini dapat berupa regulator maupun
KAP inernasional. Harga yang ditawarkan cukup mahal, namun hal ini dapat menjadi alternatif
pilihan untuk mendapatkan software akuntansi sesuai rules pada IFRS.
Sehingga apabila sebuah perusahaan tidak mempunyai
cukup banyak waktu untuk melakukan pengembangan system sendiri, maka perusahaan tersebut
dapat membeli software seperti itu di tempat-tempat tersebut di atas. Keuntungannya,
selain mempersingkat waktu, pihak
pemberi lisensi juga akan membantu pengaplikasian program tersebut.
3. Biaya
yang cukup tinggi untuk mengadopsi IFRS.
Karena
IFRS merupakan sebuah hal baru dalam dunia akuntansi, maka biaya yang dikeluarkan GA untuk
mengadopsi standar ini cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari penjelasn Dalimante. “IFRS adalah barang baru, jadi
biaya yang dikeluarkan untuk mengadopsi
itu dapat dibilang cukup besar karena belum banyak yang menguasai ilmu ini.” Dimulai dari biaya yang keluar
untuk mengadopsi standarnya, biaya yang
keluar untuk membiayai training karyawan, biaya yang keluar untuk membayar konsultan yang ahli dalam
bidang IFRS, biaya untuk pengembangan
SAP, dan biaya-biaya lain yang keluar akibat proses adopsi tersebut.
Biaya
untuk mengadopsi standar merupakan salah satu hambatan yang cukup signifikan mengingat IASB
maupun AICPA menjual produk akuntansinya
dengan harga yang cukup mahal. Keadaan ini diperparah dengan mahalnya biaya yang dikeluarkan
untuk membayar konsultan maupun ahli yang
kompeten dalam adopsi IFRS untuk memberikan training kepada karyawan di GA. Selain itu, biaya
yang cukup besar juga berasal dari biaya pengembangan
sistem mengingat mahalnya software akuntansi yang beredar di pasaran. Namun agar lebih bijak,
seharusnya GA menganggap ini bukan merupakan
beban tetapi investasi untuk kebaikan GA sendiri di masa yang akan datang. Adanya hambatan seperti yang sudah
tertulis di atas, bukan menjadi masalah
yang besar bagi GA.
GA sebagai perusahaan
yang berdedikasi tinggi terhadap
adopsi IFRS di Indonesia mempunya beberapa cara untuk mengatasi masalah yang muncul, antara lain:
1. Mempersiapkan
SDM yang memiliki IFRS capability.
Cara
mengatasi hambatan yang berhubungan dengan SDM adalah dengan mempersiapkan SDM yang matang dan
mempunyai IFRS capability, seperti
yang diungkapkan Dalimante, “Persiapkan SDM yang professional untuk menghadapinya.” Misalnya dari awal proses seleksi
karyawan, GA mencari SDM yang mampu
membuat laporan keuangan sesuai IFRS. Atau memberikan training, kursus, dan seminar untuk para karyawan
dengan bantuan konsultan yang ahli dalam
bidang ini. Hal ini telah dilakukan GA, dan hasilnya para karyawan di bagian keuangan telah mampu membuat LK
sesuai aturan IFRS.
2. Mengembangkan
sistem yang telah terintegrasi dengan baik.
Untuk
hambatan dari segi teknologi, GA telah menemukan jalan keluar yaitu dengan meminta bantuan dari
Jerman, pihak yang memberi lisensi
SAP, untuk memperbarui sistem tersebut agar sesuai dengan system akuntansi yang GA pakai sekarang.
Demikian seperti yang diungkapkan oleh Ade
Dadan, “Kalau soal sistem, kita tinggal mengupgrade atau mengembangkan SAP saja.” Karena kerjasama yang terjalin antara GA
dan pihak pemberi lisensi sudah
cukup lama, sejak tahun 1999 sampai sekarang, maka biaya yang dikeluarkan GA untuk pengembangan sistem
tidak terlalu besar. Hal ini tentu saja
menguntungkan GA karena biaya yang dikeluarkan untuk adopsi IFRS dapat ditekan dan sistem akuntansi yang
dipakai dengan cepat dapat menyesuaikan
dengan standar akuntansi yang GA pakai sekarang.
3. Mempersiapkan
dana cadangan
Untuk
mengatasi hambatan pembiayaan, GA mempunyai solusi tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari
penyataan Dalimante sebagai berikut: “Untuk berjaga – jaga, biasanya pada saat
pembuatan anggaran, dibuat budget
cadangan untuk keperluan tak terduga. Namun karena adopsi IFRS ini telah direncanakan, maka kami
mempersiapkan budget untuk itu.” Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa GA
telah menyiapkan dana untuk
pembiayaan. Untuk berjaga-jaga, biasanya pada saat pembuatan anggaran, dibuat budget cadangan untuk
keperluan tak terduga. Namun karena adopsi
IFRS ini telah direncanakan, maka pihak GA telah mempersiapkan budget khusus untuk tindakan tersebut.
Dan karena proses ini sudah direncanakan
sebelumnya serta memerlukan biaya yang cukup banyak, pihak GA telah menyisihkan pendapatannya untuk
membiayai adopsi IFRS. Hal tersebut
tidak dianggap sebagai beban, namun dianggap sebagai investasi sehingga nantinya investasi tersebut
dapat bermanfaat n masa depan GA sendiri.
Demikian
hambatan-hambatan yang dialami oleh GA selama proses adopsi IFRS serta cara yang mereka
tempuh untuk mengatasi hambatan tersebut.
Melihat fakta yang ada di lapangan, dapat ditarik kesimpulan bahwa GA telah siap untuk mengadopsi IFRS.
Begitu juga yang diungkapkan oleh semua
staf keuangan GA baik GA pusat maupun GA Semarang, mereka menyatakan kesiapannya untuk mengadopsi
IFRS demi kemajuan GA di dunia
internasional di masa mendatang.
SUMBER: