Minggu, 08 Mei 2016

TUGAS 4 AKUNTANSI INTERNASIONAL


ADOPSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORT STANDARD: “KEBUTUHAN ATAU PAKSAAN?” STUDI KASUS PADA PT. GARUDA AIRLINES INDONESIA

·      Ketiadaan Standar Akuntansi Jasa Penerbangan
     PT. Garuda Indonesia yang sampai saat ini masih berstatus perusahaan milik Negara merupakan salah satu perusahaan yang menyambut keputusan tersebut dengan tanggapan positif. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan proses adopsi IFRS pada laporan keuangannya. Melihat kenyataan bahwa GA bukan merupakan perusahaan publik, alasan GA melakukan adopsi IFRS pada laporan keuangan perlu dipertanyakan. Apakah paksaan dari pemerintah atau keinginan GA sendiri. Dari hasil wawancara dengan beberapa orang di bagian keuangan baik di GA Semarang maupun GA Jakarta, diperoleh jawaban bahwa adopsi IFRS pada GA merupakan keinginan GA sendiri.
Menurut Dalimante, alasan awal yang mendasari GA melakukan adopsi IFRS adalah tidak adanya ketentuan dalam PSAK yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan, sehingga pihak GA merasa perlu menjadikan IFRS sebagai pedoman dalam membuat laporan keuangan karena pada IFRS terdapat chapter yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan. Dengan adanya chapter tersebut, GA merasa lebih mudah dalam membuat laporan keuangan karena ada pedoman yang jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan berikut. “Pada PSAK & ISAK, perlakuan akuntansi bagi industri penerbangan tidak diatur, dengan demikian Garuda mengacu kepada praktik akuntansi penerbangan internasional.”
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa GA mengadopsi IFRS bukan karena paksaan pemerintah maupun aturan yang berlaku tetapi karena GA merasa bahwa adopsi IFRS merupakan sebuah kebutuhan sehingga dengan inisiatif pribadi dari manajemen perusahaan, GA mengadopsi IFRS pada laporan keuangannya. Dalam konteks Institutional Theory, apa yang dilakukan GA merupakan upaya memperoleh legitimasi dari pihak luar dengan menggunakan pendekatan normative isomorphism (Scott, 2005).

·      Globalisasi dan Tuntutan Pasar
Alasan lain adopsi IFRS adalah karena globalisasi ekonomi dan tuntutan pasar. Dengan adanya globalisasi ekonomi, otomatis tidak ada batasan negara dan budaya lagi untuk memperluas sebuah bisnis. Begitu juga bisnis yang dijalankan oleh GA. Selain di Indonesia, jasa penerbangan yang dijalankan GA telah dibuka juga di negara lain seperti negara–negara  dikawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Timur Tengah, Australia, Selandia Baru, Amerika, Kanada, bahkan Eropa. Dengan adanya kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa GA merupakan pemain global yang bergerak dalam jasa penerbangan. Karena hal itu adopsi IFRS pada laporan keuangan GA sangat diperlukan. Ketika berbicara tentang bisnis global, standar keuangan yang berlaku secara global juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan pedoman yang dianut oleh seluruh maskapai penerbangan internasional di seluruh dunia, sehingga laporan keuangan yang disajikan mempunyai satu kesamaan pandangan (Satyo, 2005).
Globalisasi membawa kemajuan bagi semua sektor bisnis, termasuk bisnis dalam jasa penerbangan. Dengan adanya globalisasi, para maskapai penerbangan semakin mudah untuk memperluas jaringan bisnisnya. Dampak negatifnya adalah apabila manajemen perusahaan tidak pandai mengatur strategi bisnis maka peluang untuk tersingkir dari kancah bisnis global ini semakin besar. Laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS dapat dijadikan alat untuk “menjual” perusahaan karena value added yang dimiliki laporan tersebut. GA sadar betul tentang hal ini, sebagai pemain global yang tidak mau tersingkir dari persaingan, dibuat keputusan untuk mengadopsi IFRS pada laporan keuangan. Jadi hal tersebut bukan hanya sekedar untuk menaikkan prestige semata tapi juga demi keberlangsungan hidup perusahaan di dunia internasional. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Dalimante. “karena Garuda bergerak di industri global. Perusahaan – perusahaan yang bermain di pasar global seperti di bursa saham internasional itu sangat perlu melakukan adopsi.”. Pernyataan tersebut diperkuat pernyataan Dadan “Alasannya sebagai perusahaan yang bergerak di ranah internasional mau gak mau kita harus mengadopsi itu.” Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa GA mengadopsi IFRS karena adanya globalisasi, yang merupakan tantangan bagi perusahaaan-perusahaan di seluruh dunia, agar tetap dapat bertahan di dunia bisnis internasional.
Indonesia harus mengadopsi IFRS untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya (Immanuela, 2009). Menurut Dalimante, globalisasi telah merubah cara pandang seseorang dalam membeli atau menjual barang. Hanya melalui internet, perdagangan internasional dapat saja terjadi. Begitu pula dalam bisnis ini, hanya melalui
laporan keuangan yang mengaplikasikan standar internasional, GA telah mempunyai “value added” untuk menjual sahamnya. Tidak peduli calon investor tersebut berdomisili dimanapun, hanya dengan mengklik keyboard pada PC, transaksi antar negara dapat terjadi. Dalam kondisi seperti ini IFRS berperan penting dalam perdagangan global. Dengan adanya “satu bahasa” akuntansi yang dipakai di seluruh dunia, maka transaksi global sangat mungkin terjadi karena adanya kemudahan pemahaman antara “penjual” dan “pembeli” yang berbeda bangsa (Satyo, 2005).
Selain globalisasi, tuntutan pasar juga merupakan salah satu alasan adopsi IFRS di GA. Penjelasan tersebut dapat dilihat dari penyataan Dalimante. “Kalo menurut saya hal itu merupakan tuntutan pasar. Bahwa IFRS itu semakin banyak diadopsi oleh perusahaan - perusahaan internasional jadi kalo kita juga ingin bermain di pasar internasional kita harus
mengadopsi standar ini.” Argumen tersebut diperjelas dengan pernyataan Dadan. “Oh kalo gengsi sih gak lah. Kita lebih merasa kalau itu merupakan tuntutan pasar, trus kita juga mau go public jd musti kayak gitu, lagian kan leasee - leasee kita kan perusahaan internasional juga yang main di pasar global gitu.”. Leasee yang memberikan pinjaman kepada GA sebagian besar berasal dari luar negri, dengan adanya kenyataan seperti itu, penting bagi GA untuk mengadopsi IFRS agar para leasee tersebut mampu menginterpretasi laporan keuangan yang disajikan oleh GA dengan baik, sehingga lease-leasee tersebut benar-benar paham bagaimana keadaan keuangan GA yang sebenarnya. Jadi, yang dimaksud tuntutan pasar disini adalah tuntutan dari para leasee GA. Untuk ke depannya ketika perusahaan ini sudah mengalami privatisasi, bukan hanya leasee yang membutuhkan laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS ini tetapi juga para investor asing yang tertarik menanamkan modalnya pada GA. Dengan demikian diharapkan laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS tersebut dapat memperlancar kerjasama antara GA dengan leassee maupun investor asing sehingga hubungan bisnis kedua belah pihak tetap berjalan dengan baik.
Semakin banyaknya pemain yang membanjiri pasar internasional membuat GA harus harus pandai-pandai mengatur strategi pemasaran. Hal ini juga dapat ditempuh dengan cara mengadopsi IFRS karena dengan diadopsinya IFRS pada laporan keuangan GA membuat nilai GA naik dimata dunia internasional. Hal tersebut mencitrakan bahwa GA merupakan perusahaan yang professional, mampu menghadapi tantangan global dan dapat beradaptasi dengan lingkungan internasional dengan baik. Dengan demikian tujuan akhir dari pengadopsian IFRS pada GA, legitimasi oleh lingkungan bisnis bahwa GA merupakan maskapai penerbangan yang professional dan memberikan pelayanan terbaik, dapat tercapai. Hal ini dapat dilihat dari berbagai award yang diterima oleh GA, diantaranya Best Corporate Finance Deal of the Year 2001 oleh Air Finance Journal, Inggris. Penghargaan tersebut diberikan kepada departemen keuangan atas kemampuannya mengelola utang. Kemudian penghargaan selanjutnya adalah penghargaan yang baru saja didapat GA sebagai World’s Most Improved Airline Award dari Skytrax, Inggris atas kemampuan manajemen GA dalam meningkatkan pelayanan dan mengembangkan maskapai ini. Hal tersebut merupakan bukti keberhasilan GA.

·      Konsep yang Digunakan dalam Proses Adopsi
Dari beberapa konsep adopsi IFRS, konsep yang digunakan GA dalam mengadopsi IFRS adalah konsep harmonisasi, dimana GA tetap menggunakan PSAK sebagai pedoman utama penyusunan laporan keuangan dan menggunakan IFRS sebagai pedoman alternatif apabila ada rules yang tidak diatur pada PSAK, terutama perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan.
Menurut Immanuela (2009), harmonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya. Begitu juga GA, adopsi IFRS yang dijalankan merupakan perbuatan sukarela yang dilakukan atas inisiatif sendiri, bukan paksaan pemerintah atau pihak manapun, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan baik kebutuhan internal maupun eksternal. Kebutuhan internalnya berupa kebutuhan akan standar yang mengatur perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan, sedangkan kebutuhan eksternalnya berupa jawaban atas permintaan investor, leasee, maupun user laporan keuangan itu sendiri. Harmonisasi yang berjalan dalam GA pun terasa lancar karena persiapan perusahaan tersebut dalam mengadopsi IFRS dapat dibilang matang. Dengan pengkombinasian PSAK dan IFRS, GA mampu menyediakan laporan keuangan yang lengkap bagi para penggunanya. Item - item yang diadopsi langsung dari IFRS adalah transaksi dengan kriteria khusus dan unik serta merupakan extraordinary item. Selain menggunakan IFRS sebagai pedoman alternatif penyusunan laporan keuangan, GA juga menggunakan produk standar keuangan yang dikeluarkan oleh AICPA, Airlines AICPA Audit and Accounting Guidelines, sebagai salah satu referensi. Namun pada hakikatnya, IFRS merupakan sebuah pedoman penyusunan laporan keuangan yang cukup luas karena merupakan pengembangan standar yang berlaku secara global dimana semua rules akuntansi telah diatur dalam standar tersebut.

·      Proses Adopsi IFRS pada Garuda Airlines
Proses adopsi IFRS pada sebuah perusahaan merupakan sebuah rangkaian yang cukup panjang. Menurut Dalimante, proses adopsi IFRS pada GA meliputi:
1.      Pemahaman tentang IFRS
2.      Persiapan “IFRS capability” terhadap SDM
3.      Persiapan sistem akuntansi
Penjelasan tentang tiga proses ini dapat dilihat pada bagian berikut.
  1. Pemahaman tentang IFRS
Dalimante mengatakan bahwa hal yang paling dasar ketika melakukan adopsi IFRS pada perusahaan adalah memahami standar itu sendiri. Seperti pada kutipan wawancara berikut ini. “Kuncinya pemahaman PSAK, IFRS dan perbedaannya. Awalnya harus melakukan pemahaman tentang chapter – chapter IFRS dan pengadaptasiannya pada PSAK melalui kursus, training, maupun seminar.”
Para pembuat laporan keuangan harus paham betul bagaimana penilaian, pengakuan, dan pengukuran sebuah akun dalam membuat laporan keuangan sesuai chapter-chapter pada IFRS. Selain memahami IFRS, pemahaman tentang PSAK juga diperlukan. Hal ini akan berguna untuk mengetahui dimana letak persamaan maupun perbedaan IFRS dan PSAK. Selanjutnya, setelah memahami IFRS dan PSAK, hal yang harus dilakukan adalah memahami perbedaan di antara keduanya. Seperti yang telah diketahui, IFRS dan PSAK memiliki kemiripan tetapi juga memiliki beberapa perbedaan dalam memperlakukan sebuah akun. Karena GA menganut konsep harmonisasi IFRS, maka pedoman utama yang dipakai adalah PSAK. PSAK sendiri telah banyak mengadopsi IFRS di dalamnya sehingga secara tidak langsung laporan keuangan GA telah menerapkan standar global ini. Kemudian apabila PSAK tidak mengatur tentang perlakuan akuntansi terhadap akun tertentu, maka pihak GA menjadikan IFRS sebagai pedomannya. Untuk itu, pemahaman tentang standar yang dipakai sangat diperlukan. Tanpa pemahaman tersebut, maka para pembuat laporan keuangan tidak akan dapat membuat laporan keuangan dengan benar. Pemahaman tentang rules maupun chapter-chapter pada PSAK maupun IFRS dapat diperoleh dari buku seperti ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan) maupun IFRIC (International Financial Report Interpretation Committee). Tidak hanya membaca buku saja, pemahaman tentang standar tersebut selanjutnya akan diperoleh dari seminar maupun training yang diberikan GA kepada karyawannya.
Selain memahami persamaan dan perbedaan PSAK dan IFRS, para pembuat laporan keuangan juga harus memahami bagaimana pengadaptasian chapter IFRS pada PSAK (Natawidnyana, 2008). Selanjutnya hal tersebut mulai disesuaikan dengan kebutuhan pada GA. Sehingga nantinya para pembuat laporan keuangan tahu, pasal PSAK mana saja yang akan dipakai untuk membuat laporan keuangan. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, apabila ada hal yang tidak diatur dalam PSAK, maka GA akan mengambil perlakuan akuntansi pada item tertentu langsung dari IFRS maupun standar lain yang sesuai dengan item tersebut. Setelah para pembuat laporan keuangan memahami bagaimana sesungguhnya maksud dari rules, chapter, dan interpretasi PSAK dan IFRS maka tahap selanjutnya adalah tahap persiapan IFRS capability.

  1. Persiapan “IFRS capability” terhadap SDM
Dalimante mengatakan “..baru kemudian mempersiapkan SDM-nya sehingga SDM tersebut mempunyai IFRS capability.” Tahapan selanjutnya setelah memberikan pemahaman kepada para karyawan tentang IFRS dan PSAK adalah mempersiapkan karyawan agar karyawan tersebut memiliki IFRS capability. SDM yang memiliki “IFRS capability” berarti sumber daya manusia atau karyawan-karyawan tersebut paham dan tahu bagaimana cara membuat laporan keuangan sesuai aturan yang berlaku pada IFRS. Melalui tahapan pertama dapat dipastikan para karyawan paham dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan IFRS. Memahami bukan sekedar mengerti tentang chapter-chapter yang dimaksud dalam IFRS tetapi juga mampu mengoperasikan chapter-chapter tersebut dalam membuat laporan keuangan yang sesungguhnya. “Practice makes perfect” merupakan sebuah pepatah yang dapat dipakai memotivasi dalam proses ini. Karena dengan seringnya berlatih membuat laporan keuangan sesuai IFRS maka keterampilan para karyawan akan semakin mendekati sempurna. Pada keadaan normal, semua karyawan GA berhak dan berkewajiban mendapatkan pelatihan selama 50 jam per tahun. Seperti yang dikatakan oleh Dadan. “Secara umum karyawan kita berkewajiban mendapatkan pelatihan selama 50 jam dalam setahun. hal tersebut merupakan kegiatan rutin, dari semua bagian. Dan itu bukan hanya sebatas pelatihan yg terkait dengan sistem baru tetapi juga pelatihan yang sesuai dengan bidang pekerjaan kita. Jadi kadang yang member pelatihan bukan hanya dari GA pusat tetapi juga institusi luar GA yang sesuai dengan ilmu yang akan kita pelajari. Missal pelatihan keuangan, keamanan, atau perbaikan pesawat.”
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa GA mempunyai keteraturan dalam bidang pengembangan SDM. Peraturan tentang pelatihan karyawan ini berlaku bagi semua karyawan GA baik di bagian keuangan, operasional, pemasaran, public services dan lainnya. Dengan adanya peraturan ini, para karyawan GA akan selalu up to date dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di dalam tubuh GA. Para karyawan dari bagian keuangan setiap tahunnya mendapat pelatihan, training, dan seminar tentang masalah-masalah keuangan yang sedang dihadapi GA. Misalnya tentang pergantian software penjurnalan yang dipakai oleh bagian penjualan tiket, pergantian perlakuan akuntansi untuk asset-asset di bawah 10 juta, dan masih banyak lagi. Dengan adanya pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan para karyawan GA menjadi ahli dalam menangani masalah-masalah keuangan yang mereka hadapi. Apalagi dengan terjadinya perubahan standar yang dipakai dalam membuat laporan keuangan, tentu saja hal ini akan memerlukan perhatian yang cukup tinggi mengingat rumitnya perubahan tersebut. Dampaknya para karyawan dari departemen keuangan mendapatkan ekstra jam pelatihan untuk memahami betul masalah ini seperti yang dituturkan Erwin, staf keuangan GA Semarang. “Dulu aja jaman SAP berubah pakai RAPID kita dikasih pelatihan ekstra, mbak. Apalagi kalau ada perubahan standar, pasti ada ekstra training lah biar staf Garuda mengerti betul tentang perubahan itu.”
Ketika pertanyaan tentang jasa konsultan yang dipakai GA dalam memberikan pelatihan adopsi IFRS dipertanyakan, jawaban yang diterima adalah sebagai berikut. “Kita pakai jasa Dolloite untuk mengaudit laporan keuangan Garuda, sekalian aja kita pakai mereka buat jadi konsultan adopsi IFRS.” Demikian pernyataan yang diungkapkan oleh Dadan dan juga Dalimante. Pernyataah tersebut menyatakan bahwa Delloite bertindak sebagai auditor independen sekaligus konsultan dalam adopsi IFRS pada GA, hal ini terjadi karena GA mengganggap Dolloite merupakan sebuah lembaga yang capable melakukan tindakan ini mengingat keahlian dan nama besar KAP tersebut.
Berawal dari diundangnya konsultan dari Delloite, para karyawan mendapatkan banyak sekali informasi terbaru tentang perubahan standar tersebut. Selain memberikan pemahaman tentang IFRS, pihak Delloite sebagai rekanan GA dalam mengaudit laporan keuangan, juga memberikan cara bagaimana mengaplikasikan chapter IFRS ke dalam laporan keuangan yang sebenarnya. Melalui pelatihan tersebut, para karyawan mulai memahami standar baru yang dianut GA dan mulai mengaplikasikan standar tersebut ke dalam perjurnalan harian. Masih dengan bantuan dari pihak Delloite para karyawan ini melakukan simulasi pembuatan laporan keuangan sesuai IFRS, dengan harapan setelah serangkaian pelatihan tersebut para karyawan akan terampil membuat laporan keuangan yang sesungguhnya. Setelah para karyawan dibekali dengan pengetahuan tentang IFRS, tahapan selanjutnya adalah persiapan sistem akuntansi (SAP) yang digunakan sebagai alat untuk membuat perjurnalan harian dan laporan keuangan pada GA.

  1. Persiapan sistem akuntansi
Seperti yang diungkapkan Erwin, sebelum tahun 1999, penjurnalan pada GA dilakukan secara manual. Kemudian GA membeli sebuah software keuangan lisensi dari Jerman yang mempermudah proses tersebut. Nama software ini adalah SAP. SAP merupakan software sistem akuntansi yang cukup kompleks, melalui alat ini proses pembuatan laporan keuangan secara konvensional yang dimulai dari proses penjurnalan, posting ke buku besar, rekapitulasi, pembuatan neraca, pembuatan AJP, sampai keluar hasilnya berupa laporan keuangan menjadi cukup mudah dilakukan. Yang perlu dilakukan hanyalah melakukan penjurnalan harian (untuk penjualan dan biaya) maka secara otomatis tiap bulannya SAP akan melakukan penyesuaiannya sendiri sehingga user memperoleh output berupa neraca. Hal ini tentu saja memudahkan user mengingat banyak proses akuntansi konvensional yang terpotong misalnya posting ke buku besar dan pembuatan AJP karena secara otomatis SAP telah memasukkan transaksi harian ke buku besar yang telah mempunyai database sendiri pada software tersebut dan secara otomatis juga melaukan penyesuaian tiap bulannya. Tidak perlu khawatir data tidak valid. Karena ketika kita menginput data yang salah atau fake, maka indikator pada software akan berwarna merah yang menunjukkan bahwa data tersebut salah. Begitu juga jika terjadi ketidaksamaan sisi aktiva dan pasiva, maka indikator kesalahan akan aktif lagi. Hal yang perlu dilakukan oleh user adalah mengecek data input sehingga dapa diketahui dimana letak kesalahan yang dilakukan.
Seiring dengan berjalannya waktu, SAP mengalami banyak sekali perkembangan. Sistem ini selalu diperbaharui menyesuaikan keadaan akuntansi terbaru di GA. Selain itu, kelebihan SAP adalah sistem centralized yang dimilikinya. Dengan adanya sistem tersebut, database yang diinput oleh branch office dapat langsung dibuka oleh user di head office. Hal ini akan mempermudah pembuatan laporan keuangan. Selain itu, hal ini juga mempermudah fungsi pengawasan karena setiap hari user di head office dapat melihat input data branch office yang terbaru. Tahap terakhir dari proses adopsi IFRS adalah tahap persiapan system akuntansi, seperti yang diungkapkan oleh Dadan. “Iya, nanti kan adopsi ifrs itu diterjemahkan ke sistem, nah jadi kalo udah diterjemahkan ke sistem kita sebagai pengguna tinggal belajar sedikit saja kan untuk menggunakan sistem baru tersebut.” Dengan adanya adopsi IFRS di GA, maka SAP juga akan mengalami penyesuaian. Tahap ini adalah tahap paling sulit dalam proses adopsi IFRS pada GA.
Pembaharuan sistem akuntansi memerlukan waktu yang cukup lama mengingat sulitnya menerjemahkan bahasa akuntansi ke bahasa pemrograman. Namun dengan bantuan programmer dari Jerman, pembuat lisensi SAP, hal ini cukup mudah dilakukan. Dengan siapnya SAP yang sudah mengadopsi IFRS, maka pekerjaan bagian comptroller untuk membuat laporan keuangan sesuai IFRS pun semakin mudah dilakukan. Menurut Dadan, ada 2 hal penting yang akan melancarkan proses adopsi IFRS di GA. Pertama, kesiapan SDM yang memiliki IFRS capability dan yang kedua adalah kesiapan sistem akuntansi yang telah ikut mengadopsi IFRS di dalamnya. Para SDM dari departemen keuangan memiliki pekerjaan lebih mudah, yaitu mempelajari rules pada IFRS dan mempraktekkan ilmu yang telah mereka dapat dari pelatihan. Sedangkan pekerjaan yang lebih berat adalah pekerjaan dari para programmer software SAP karena tugasnya adalah membuat sebuah alat yang dapat menerjemahkan bahasa akuntansi dari sekedar memasukkan input jurnal harian menjadi output berupa neraca yang telah mengalami penyesuaian sesuai perubahan IFRS melalui command tertentu dari user. Apabila SAP terbaru telah disempurnakan dan siap digunakan, maka pembuatan laporan keuangan sesuai IFRS telah siap dilakukan karena SAP adalah alat yang paling vital dalam proses ini. SAP pada GA sekarang telah mengalami perubahan tersebut, sehingga dapat dikatakan GA telah siap mengadopsi IFRS dalam pembuatan laporan keuangannya.

·      Proses Pembuatan Laporan Keuangan
     Setelah serangkaian persiapan proses adopsi IFRS di GA selesai, hal selanjutnya yang dilakukan adalah membuat laporan keuangan atau annual report. Pekerjaan ini dilakukan oleh bagian Comptroller. Menurut Dalimante, proses pembuatan annual report yang telah mengadopsi IFRS berjalan seperti proses pembuatan laporan keuangan pada umumnya, “..yah kalau bikin laporan keuangan sih prosesnya kayak biasanya saja.” Namun yang membedakan pembuatan laporan keuangan di GA dan perusahaan lain adalah kemudahan dalam proses pembuatan laporan tersebut. Seperti yang dijelaskan di atas, GA mempunyai software dengan nama SAP yang sangat canggih sehingga kerumitan dalam pembuatan laporan keuangan dapat teratasi. “Kan kita punya SAP, mbak. Kalau ada SAP, kita tinggal input data saja. Nanti keluarannya sudah berbentuk laporan keuangan. Tapi kan karena laporan tersebut buatan mesin jadinya masih mentah, nah tugas kita adalah memperbaiki laporan tersebut agar lebih mudah dipahami.” Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa pembuatan laporan keuangan di GA melalui proses yang cukup singkat karena adanya SAP. Dengan SAP ini, proses pembuatan laporan keuangan secara konvensional yang dimulai dari pembuatan jurnal, rekapitulasi, posting ke buku besar, neraca, AJP sampai akhirnya menjadi sebuah laporan keuangan dapat dipotong hanya dengan melakukan penjurnalan harian dan akhirnya dihasilkan laporan keuangan. SAP memiliki sistem kerja yang centralized dimana semua input data yang dibuat oleh branch office langsung masuk ke head office di Jakarta.
     Dengan aplikasi ini, input data harian dapat langsung dilihat oleh kantor pusat dan direkap. SAP juga memiliki kecanggihan berupa real time online dimana sistem pada software ini hidup 24 jam dan selalu up to date dengan informasi keuangan yang masuk. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Dalimante sebagai berikut: “Semua posting dilakukan oleh user SAP , nanti output-nya berupa laporan keuangan. Tugas user selanjutnya adalah menginterpretasi, menganalisis, dan mengevaluasi data.” Dari pernyataan Dalimante, diperoleh informasi bahwa pekerjaan SDM pada departemen dalam kaitannya dengan pembuatan laporan keuangan cukup mudah. Setiap harinya, GA pusat mendapatkan jurnal harian dari seluruh branch office dari dalam maupun luar negri. Dari sini, dibuat laporan keuangan bulanan, dan dari laporan bulanan ini nantinya akan dikumpulkan untuk pembuatan laporan keuangan tahunan. User SAP hanya tinggal menginput data dan membiarkan SAP melakukan tugasnya untuk menghasilkan laporan keuangan. Setelah laporan keuangannya jadi, tugas user adalah menginterpretasikan hasil laporan tersebut mengingat laporan yang dihasilkan SAP adalah laporan yang masih mentah. Kemudian user juga
bertugas untuk menganalisis dan mengevaluasi hasil interpretasi agar lebih mudah dipahami oleh publik. Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan pendapatan dan beban. Seperti proses awal, dilakukan perhitungan terhadap pendapatan dan beban yang terjadi pada GA pusat termasuk beban gaji terhadap semua karyawan GA yang ada di head office dan branch office. Dari proses ini terbentuk laporan laba-rugi, setelah laporan laba-rugi GA pusat dibuat, tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah penjumlahan semua laporan laba rugi dari head office dan semua branch office, sehingga laporan laba-rugi GA secara keseluruhan telah selesai dibuat.
Perbedaan yang terlihat antara laporan keuangan IFRS dan laporan keuangan non IFRS adalah pada langkah terakhir. Pada laporan keuangan non IFRS, langkah terakhir yang dilakukan adalah membuat laporan perubahan arus kas, sedangkan pada laporan keuangan IFRS masih ada satu tahapan lagi yang harus dilakukan yaitu membuat rekonsiliasi. Rekonsiliasi dibuat apabila ada item yang menggadopsi dari IFRS namun penerapannya sedikit berbeda dari rules aslinya karena perbedaan kondisi di negara tersebut. Laporan rekonsiliasi ikut dicantumkan pada laporan keuangan karena ini merupakan kelengkapan dalam menyusun laporan keuangan IFRS, dengan demikian selesai sudah pembuatan laporan keuangan yang sesuai dengan IFRS. Namun demikian pada GA, tidak terdapat rekonsiliasi pada laporan keuangannya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Dalimante. “di GA tidak ada rekonsiliasi. Rekonsiliasi kan dibuat kalau standar internasional yang kita adopsi ada yang tidak sesuai sama standar PSAK kita. Nah, kita itu pakai IFRS-nya kalau PSAK tdak mengatur perlakuan akuntansi untuk item tersebut, tapi kalau di PSAK sudah tercantum yah kita merujuk ke PSAK, bukan IFRS lagi. Itulah alasannya di GA tidak ada rekonsiliasi. Pada laporan keuangan GA yang diperoleh dari website resminya, memang GA tidak mencantumkan adanya rekonsiliasi. Dari penjelasan Dalimante di atas, dapat diketahui bahwa harmonisasi yang dilakukan GA merupakan sebuah harmonisasi yang sebenarnya, sesuai konsep yang dikemukakan oleh DSAK. Pengadopsian hanya dilakukan apabila standar nasional tidak mengatur suatu perlakuan akuntansi terhadap sebuah item, namun apabila standar nasional telah mengatur hal tersebut maka standar yang dipakai adalah standar nasional (Satyo, 2005). Karena alasan tersebut, maka laporan keuangan pada GA berbeda dengan laporan keuangan perusahaan lain yang telah melakukan adopsi IFRS, tanpa rekonsiliasi. Contoh rekonsiliasi biasanya pada akun amortisasi biaya dan perbedaan mata uang. Setelah proses pembuatan laporan keuangan selesai, selanjutnya dibuat laporan konsolidasi. Laporan konsolidas yang dibuat oleh pihak GA mengacu pada PSAK No. 4. Adapun muatan pada laporan konsolidasi adalah penggabungan laporan entitas terkait dan seluruh transaksi antar entitas, saldo, penghasilan dan beban eliminasi pada saat eliminasi. Perusahaan yang tercantum pada laporan konsolidasi GA adalah subsidiaries GA Indonesia yang terdiri dari tour and travel agency, hotel, dan pelayanan pariwisata yang tersebar di dalam maupun luar negri.
Semua laporan telah selesai dibuat, hal terakhir yang dilakukan adalah audited oleh pihak eksternal. GA memakai jasa Delloite untuk melakukan tugas ini. Setelah laporan audit jadi, maka GA melakukan pelaporan kepada Menteri BUMN dan Menteri Keuangan terkait masalah keuangan. Setelah laporan pertanggungjawaban selesai, GA menerbitkan laporan keuangan tersebut untuk umum yang dapat dilihat pada website resmi GA www.garudaindonesia.com.

·      Hasil Adopsi IFRS
     Proses adopsi IFRS pada GA tentu saja membawa dampak pada perusahaan ini. Menurut hasil wawancara dengan beberapa narasumber, adopsi IFRS membawa dampak positif bagi entitas bisnis ini. Selain itu, dalam mengadopsi IFRS, tentu saja GA banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun, GA mempunyai beberapa cara agar hambatan itu dapat teratasi dan proses adopsi IFRS tetap berjalan dengan baik. Berikut ini akan dibahas mengenai manfaat dan hambatan yang dialami selama mengadopsi IFRS.

·      Manfaat Adopsi IFRS
     Menurut Suharto (2005) ada 4 manfaat dari proses adopsi IFRS yang dilakukan oleh perusahaan bagi masyarakat maupun bagi perusahaan itu sendiri, yaitu:
1. Efisiensi biaya
2. Kepentingan masyarakat semakin terlindungi
3. Adanya ekspansi ekonomi yang lebih besar
4. Investasi mengarah pada transparansi
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Petreski (2006) manfaat yang diperoleh dari pengadopsian IFRS terbagi menjadi dua manfaat, yaitu manfaat yang terkait dengan laporan keuangan dan manfaat yang terkait dengan manajemen. Manfaat yang terkait dengan manajemen perusahaan adalah sebagai berikut:
  1. Persyaratan akan item-item pengungapan akan semakin tinggi, karena pengungkapan yang semakin tinggi berhubungan dengan nilai perusahaan yang semakin tinggi pula.
  2. Manajemen memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam menjalankan perusahaan.
  3. Laporan keuangan perusahaan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan perusahaan, karena laporan keuangan perusahaan tersebut menghasilkan informasi yang lebih relevan, krusial dan akurat.
  4. Laporan keuangan perusahaan akan lebih mudah dipahami, dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan.
  5. Dengan mengadopsi IFRS, akan membantu investor dalam mengestimasikan invetasi pada perusahaan berdasarkan data-data laporan keuangan perusahaan pada tahun sebelumnya.
  6. Dengan semakin tingginya tingkat pengungkapan suatu perusahaan maka berdampak pada rendahnya biaya modal perusahaan.
  7. Rendahnya biaya untuk mempersiapkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.

Sedangkan manfaat yang terkait dengan laporan keuangan adalah:
  1. Terdapat perbedaan pengukuran item-item dalam laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan. Misalnya: total aktiva dan nilai buku ekuitas akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi jika mengadopsi IFRS.
  2. Manajemen laba akan semakin rendah, pengakuan kerugian akan semakin sering atau perusahaan lebih konservatis, dan memiliki nilai relevansi (value relevance) yang semakin tinggi. Setelah diadakan penelitian, ternyata manfaat yang dirasakan tiap perusahaan atas proses adopsi IFRS bebeda-beda.

Menurut penelitian pada GA, manfaat yang didapat dengan mengadopsi IFRS adalah:
  1. Mendapatkan kemudahan untuk melakukan pencatatan terhadap akun-akun yang berhubungan dengan bisnis penerbangan.
Manfaat yang diperoleh GA selama menjalankan adopsi IFRS dapat dilihat dari pernyataan Dalimane sebagai berikut: “Dengan mengadopsi IFRS kita mendapatkan kemudahan untuk melakukan pencatatan atas transaksi yang sifatnya extra ordinary seperti akun – akun pada jasa penerbangan, yang sebelumnya tidak diatur dalam PSAK.” Pada awal bagian bab 4, dipaparkan bahwa alasan GA melakukan adopsi adalah karena tidak adanya rules yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan. Oleh karena itu, pihak GA merasa bahwa manfaat terbesar dari adanya IFRS adalah kemudahan untuk melakukan pencatatan terhadap transaksi-transaksi bersifat extra ordinary dalam bisnis yang mereka jalankan. Dengan adanya hal tersebut GA telah mampu menjadi perusahaan penerbangan yang berstandar internasional.
  1. Laporan Keuangan mencerminkan nilai wajar perusahaan
Manfaat lain yang diperoleh GA dari adopsi IFRS dapat dilihat dari pernyataan Dalimante, “Manfaatnya yah itu tadi, laporan keuangan jadi mencerminkan nilai wajar sehingga kita lebih dipercaya oleh dunia internasional.” Dengan diadopsinya IFRS pada laporan keuangan GA, laporan keuangan tersebut menjadi lebih mencerminkan nilai wajar perusahaan sehingga laporan keuangan menjadi lebih transparan dan credible. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan pada perusahaan karena laporan keuangan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang lebih akurat, relevan, dan krusial. Selain itu, laporan tersebut membuat dunia internasional lebih percaya kepada GA karena lebih valuable.
  1. Laporan Keuangan dapat dibandingkan dengan Laporan Keuangan perusahaan asing yang sejenis karena keseragaman standar yang dipakai, maka laporan keuangan GA dapat dibandingkan dengan maskapai asing.
Hal ini bermanfaat untuk membantu para investor maupun leasee asing untuk membaca laporan keuangan tersebut. Selain mudah dipahami LK GA yang telah memakai standar internasional juga lebih mudah dibandingkan dengan LK maskapai lain. Hal ini membantu para investor dan leasee untuk mengestimasi investasi pada GA berdasarkan data yang diperoleh dari LK tersebut. “Selain itu, laporan yang memiliki daya banding dapat dijadiin alat analisis juga. Karena standar yang kita pakai sama dengan maskapai lain jadi kan kita dapat tahu bagaimana kinerja maskapai tersebut, dari situ kita lakukan analisis bagaimana kemampuan dan kinerja Garuda dibanding dengan maskapai lain sehingga untuk ke depannya hal ini akan sangat bermanfaat.” Dari pernyataan Dalimante tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan yang memiliki daya banding atau comparability memiliki kelebihan yang cukup bermanfaat bagi perkembangan GA di dunia internasional. Selain mempermudah investor dan lease asing, laporan keuangan ini juga dapat dijadikan alat analisis sehingga manajemen dapat mengetahui dimana kemampuan rival sekaligus membandingkan kinerja GA dan maskapai lain serta dapat digunakan untuk membuat strategi – strategi baru untuk meningkatkan kinerja GA di masa mendatang.
  1. Mampu bersaing di pasar global dan legitimasi
Dengan dipakainya standar internasional, manfaat yang diperoleh GA adalah mampu memasuki pasar global dan bersaing di dalamnya. Setelah keeksistensian GA diakui oleh berbagai pihak, maka manfaat yang terakhir adalah mendapatkan legitimasi dari lingkungan eksternal bahwa GA merupakan perusahaan yang professional, mampu beradaptasi dengan dunia dan tekanan internasional serta merupakan maskapai yang memberikan pelayanan yang terbaik. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Dalimante. “Semuanya akan bermanfaat untuk proses memasuki pasar global. Dan pada akhirnya, manfaat utamanya adalah mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal atas keeksistensian Garuda dalam bisinis jasa penerbangan ini.”

Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa mengadopsi IFRS mendatangkan manfaat yang cukup banyak bagi GA. Dengan adanya adopsi IFRS ini, GA mampu memberikan yang terbaik bagi lingkungan internal maupun eksternalnya. Bagi pihak internal, adopsi IFRS mampu meningkatkan kinerja manajemen, mencetak SDM-SDM yang handal, dan mendapatkan dari legitimasi dari lingkungan bisnisnya. Sedangkan manfaat bagi pihak eksternal adalah laporan keuangan jadi lebih mudah dipahami dan bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan investasi.

·      Hambatan dan Cara Menanganinya
     Menurut Immanuela (2009) hambatan terbesar dalam mengadopsi IFRS adalah pemahaman IFRS dan biaya sosialisasi yang cukup mahal. Upaya untuk memahami IFRS ini merupakan hal yang membutuhkan waktu yang cukup panjang, sehingga apabila hal tersebut tidak teratasi maka adopsi IFRS akan sulit dilakukan. Di sisi lain, biaya juga menjadi masalah yang cukup kompleks. Pengadopsian standar ini memerlukan biaya yang cukup besar mengingat produk ini merupakan produk baru di pasar internasional. GA sendiri memiliki pandangan yang sama dengan Immanuela, adapun hambatan yang dihadapi GA adalah sebagai berikut:
1.      Kesiapan SDM
Hambatan yang paling utama dalam proses adopsi IFRS adalah pada faktor kesiapan SDM. Apabila SDM pada perusahaan tersebut capable untuk mengaplikasikan IFRS pada LK yang mereka buat, maka tidak akan ada kesulitan yang berarti, demikian sebaliknya. Apabila ada perusahaan yang SDM-nya tidak siap, maka kemungkinan untuk mengadopsi IFRS pada perusahaan tersebut sangat kecil. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Dalimante.“Mudah atau tidaknya adopsi IFRS pada LK suatu Perusahaan sangat tergantung dari kesiapan sumber daya manusia (SDM) Perusahaan itu sendiri. Bagi Perusahaan yang siap, adopsi IFRS tidak akan mengalami kesulitan demikian sebaliknya.” GA merasa bahwa SDM yang memiliki IFRS capability adalah pondasi yang kokoh untuk melakukan adopsi IFRS, apabila dari pondasinya saja belum memenuhi kriteria untuk melakukan proses adopsi maka segala sesuatu yang dilakukan hanyalah sia-sia belaka. SDM juga faktor yang paling dominan dalam menyukseskan proses adopsi, karena secanggih apapun alat yang digunakan, tetapi apabila SDM-nya tidak kompeten, maka hasil yang didapatpun tidak akan maksimal. Sehingga dalam departemen keuangan GA sangat diperlukan SDM-SDM cerdas, yang mengerti akuntansi dengan baik dan fleksibel. Sehingga dengan adanya hal tersebut, pergantian system akuntansi seperti apapun bukan masalah yang berarti bagi manajemen GA.

2.      Sistem akuntansi yang belum canggih.
Seperti yang telah diketahui bahwa pada proses adopsi IFRS, tahap yang paling sulit dilakukan adalah pengembangan sistem. Hal ini dapat menjadi faktor penghambat yang sangat besar apabila tidak segera ditangani dengan baik. Karena bagaimanapun juga menerjemahkan bahasa akuntansi ke bahasa pemrograman bukan pekerjaan yang mudah. Hal tersebut diungkapkan Dadan pada pernyataannya berikut “Sistemnya kan bikinnya susah, ini juga dapat menjadi faktor penghambat proses adopsi IFRS pada Garuda.” Software akuntansi merupakan sebuah sistem terintegrasi yang mampu menerima input berupa transaksi penjurnalan harian dan mengeluarkan output berupa laporan keuangan. Dengan diadopsinya IFRS pada GA, maka system akuntansi yang ada pada GA pun harus ikut berubah. Tidak sembarang orang dapat melakukan pekerjaan ini. Dibutuhkan programmer dengan pemahaman akuntansi yang cukup baik untuk mengembangkan sistem tersebut. Seperti yang dikatakan Dadan, yang mengungkapkan bahwa staf IT merupakan pihak yang paling sibuk ketika terjadi perubahan sistem apapun dalam GA, apalagi sistem akuntansi yang notabene merupakan sistem integrasi yang cukup complicated. Sehingga hal ini merupakan sebuah hambatan ketika GA harus membenahi sistem komputerisasi mereka sesuai standar IFRS. Butuh waktu yang cukup lama untuk melakukan pengembangan sistem, dan yang paling penting adalah butuh ahli yang kompeten dalam mengembangkan sistem ini mengingat tingkat kesulitan dalam membuat software tersebut.

Ketika kita membicarakan software akuntansi, ada beberapa tempat yang menyediakan produk tersebut, pihak-pihak ini dapat berupa regulator maupun KAP inernasional. Harga yang ditawarkan cukup mahal, namun hal ini dapat menjadi alternatif pilihan untuk mendapatkan software akuntansi sesuai rules pada IFRS. Sehingga apabila sebuah perusahaan tidak mempunyai cukup banyak waktu untuk melakukan pengembangan system sendiri, maka perusahaan tersebut dapat membeli software seperti itu di tempat-tempat tersebut di atas. Keuntungannya, selain mempersingkat waktu, pihak pemberi lisensi juga akan membantu pengaplikasian program tersebut.

3.      Biaya yang cukup tinggi untuk mengadopsi IFRS.
Karena IFRS merupakan sebuah hal baru dalam dunia akuntansi, maka biaya yang dikeluarkan GA untuk mengadopsi standar ini cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari penjelasn Dalimante. “IFRS adalah barang baru, jadi biaya yang dikeluarkan untuk mengadopsi itu dapat dibilang cukup besar karena belum banyak yang menguasai ilmu ini.” Dimulai dari biaya yang keluar untuk mengadopsi standarnya, biaya yang keluar untuk membiayai training karyawan, biaya yang keluar untuk membayar konsultan yang ahli dalam bidang IFRS, biaya untuk pengembangan SAP, dan biaya-biaya lain yang keluar akibat proses adopsi tersebut.

Biaya untuk mengadopsi standar merupakan salah satu hambatan yang cukup signifikan mengingat IASB maupun AICPA menjual produk akuntansinya dengan harga yang cukup mahal. Keadaan ini diperparah dengan mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar konsultan maupun ahli yang kompeten dalam adopsi IFRS untuk memberikan training kepada karyawan di GA. Selain itu, biaya yang cukup besar juga berasal dari biaya pengembangan sistem mengingat mahalnya software akuntansi yang beredar di pasaran. Namun agar lebih bijak, seharusnya GA menganggap ini bukan merupakan beban tetapi investasi untuk kebaikan GA sendiri di masa yang akan datang. Adanya hambatan seperti yang sudah tertulis di atas, bukan menjadi masalah yang besar bagi GA.

     GA sebagai perusahaan yang berdedikasi tinggi terhadap adopsi IFRS di Indonesia mempunya beberapa cara untuk mengatasi masalah yang muncul, antara lain:
1.      Mempersiapkan SDM yang memiliki IFRS capability.
Cara mengatasi hambatan yang berhubungan dengan SDM adalah dengan mempersiapkan SDM yang matang dan mempunyai IFRS capability, seperti yang diungkapkan Dalimante, “Persiapkan SDM yang professional untuk menghadapinya.” Misalnya dari awal proses seleksi karyawan, GA mencari SDM yang mampu membuat laporan keuangan sesuai IFRS. Atau memberikan training, kursus, dan seminar untuk para karyawan dengan bantuan konsultan yang ahli dalam bidang ini. Hal ini telah dilakukan GA, dan hasilnya para karyawan di bagian keuangan telah mampu membuat LK sesuai aturan IFRS.
2.      Mengembangkan sistem yang telah terintegrasi dengan baik.
Untuk hambatan dari segi teknologi, GA telah menemukan jalan keluar yaitu dengan meminta bantuan dari Jerman, pihak yang memberi lisensi SAP, untuk memperbarui sistem tersebut agar sesuai dengan system akuntansi yang GA pakai sekarang. Demikian seperti yang diungkapkan oleh Ade Dadan, “Kalau soal sistem, kita tinggal mengupgrade atau mengembangkan SAP saja.” Karena kerjasama yang terjalin antara GA dan pihak pemberi lisensi sudah cukup lama, sejak tahun 1999 sampai sekarang, maka biaya yang dikeluarkan GA untuk pengembangan sistem tidak terlalu besar. Hal ini tentu saja menguntungkan GA karena biaya yang dikeluarkan untuk adopsi IFRS dapat ditekan dan sistem akuntansi yang dipakai dengan cepat dapat menyesuaikan dengan standar akuntansi yang GA pakai sekarang.
3.      Mempersiapkan dana cadangan
Untuk mengatasi hambatan pembiayaan, GA mempunyai solusi tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari penyataan Dalimante sebagai berikut:  “Untuk berjaga – jaga, biasanya pada saat pembuatan anggaran, dibuat budget cadangan untuk keperluan tak terduga. Namun karena adopsi IFRS ini telah direncanakan, maka kami mempersiapkan budget untuk itu.” Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa GA telah menyiapkan dana untuk pembiayaan. Untuk berjaga-jaga, biasanya pada saat pembuatan anggaran, dibuat budget cadangan untuk keperluan tak terduga. Namun karena adopsi IFRS ini telah direncanakan, maka pihak GA telah mempersiapkan budget khusus untuk tindakan tersebut. Dan karena proses ini sudah direncanakan sebelumnya serta memerlukan biaya yang cukup banyak, pihak GA telah menyisihkan pendapatannya untuk membiayai adopsi IFRS. Hal tersebut tidak dianggap sebagai beban, namun dianggap sebagai investasi sehingga nantinya investasi tersebut dapat bermanfaat n masa depan GA sendiri.
Demikian hambatan-hambatan yang dialami oleh GA selama proses adopsi IFRS serta cara yang mereka tempuh untuk mengatasi hambatan tersebut. Melihat fakta yang ada di lapangan, dapat ditarik kesimpulan bahwa GA telah siap untuk mengadopsi IFRS. Begitu juga yang diungkapkan oleh semua staf keuangan GA baik GA pusat maupun GA Semarang, mereka menyatakan kesiapannya untuk mengadopsi IFRS demi kemajuan GA di dunia internasional di masa mendatang.

SUMBER:
M Anjasmoro, A CHARIRI - 2010 - eprints.undip.ac.id http://eprints.undip.ac.id/22807/